Jumat, 22 Januari 2010

Polyurethane

Poliuretan (Polyurethanes) merupakan polimer buatan yang multiguna dari sekian banyak polimer yang ada (The University of Southern Mississippi, 2005). Poliuretan dapat berupa serat yang mudah lengket. Suatu contoh Poliuretan yang amat sangat berpengaruh adalah spandex. Poliuretan dihasilkan dari reaksi diisocyanates dengan di-alcohols. Terkadang di-alcohol digantikan dengan suatu diamin, sehingga polimer yang didapat nantinya disebut polyurea yang memiliki suatu ikatan urea. Akan tetapi, pada umumnya sering disebut Poliuretan juga (karena polyurea tidak begitu terkenal). Poliuretan dapat berikatan dengan baik dengan hidrogen sehingga dapat membentuk suatu kristal. Oleh karena itu, poliuretan sering digunakan untuk co-polymer blok buatan dengan sifat elastis yang lembut khas polimer. Co-Polymer blok ini memiliki sifat termo-plastik elastomers (Anonim1, 2007).

Suatu Poliuretan merupakan polimer yang tersusun dari suatu rantai unit organik yang dihubungkan oleh uretan yang biasa digunakan untuk lapangan golf yang secara luas digunakan dalam busa yang kuat namun fleksibel serta tahan lama. Produk Poliuretan sering disebut “urethanes” dan juga dikenal sebagai carbamate etil (poliuretan tidak diproduksi dari carbamate etil) (Anonim1, 2007).

Poliuretan merupakan hasil dari reaksi campuran yang meliputi epoxies, unsaturated polyesters, dan phenolics. Suatu ikatan uretan dihasilkan dengan bereaksinya suatu isocyanate, -N=C=O dengan suatu hidroksil (alcohol), -OH. Poliuretan diperoleh dari reaksi polyaddition dari suatu polyisocyanate dengan suatu polyalcohol (polyol) dengan suatu katalisator dan zat tambahan lain. Dalam hal ini, suatu polyisocyanate adalah suatu molekul dengan dua atau lebih isocyanate fungsional dan suatu polyol (suatu molekul dengan dua atau lebih gugus fungsional hidroksil). Produk reaksinya adalah suatu polymer berisi ikatan uretan, -RNHCOOR’-. Isocyanates akan bereaksi dengan molekul apapun yang memiliki suatu hidrogen yang aktif. Isocyanates bereaksi dengan air untuk membentuk suatu ikatan urea dan gas-gas asam-arang; serta bereaksi dengan poly(ether)amines untuk membentuk polyureas. Secara komersial, Poliuretan diproduksi dengan bereaksi suatu cairan isocyanate dengan suatu campuran cairan dari polyols, katalisator, dan aditif lain. Dua komponen ini adalah dikenal sebagai sebagai sistem poliuretan. Isocyanate biasanya dikenal sebagai A-Side atau iso. Campuran dari polyols dan lain aditif biasanya dikenal sebagai B-Side atau sebagai poly. Campuran ini juga disebut sebagai campuran damar. Resin/damar meliputi/digunakan untuk rantai extenders, cross linkers, surfactants, retardants, pigmen, dan pengisi (Anonim1, 2007).

Komponen utama yang penting dari suatu Poliuretan adalah isocyanate yang molekulnya berisi dua isocyanate (diisocyanates). Molekul ini juga dikenal sebagai monomers atau monomer unit. Isocyanates dapat berbau harum, seperti diphenylmethane diisocyanate (MDI) atau toluene diisocyanate (TDI); atau alifatik, seperti hexamethylene diisocyanate (HDI) atau isophorone diisocyanate (IPDI). Suatu contoh dari suatu isocyanate yang polymeric adalah diphenylmethane diisocyanate , yang merupakan suatu campuran dari molekul dengan dua, tiga, dan empat atau lebih isocyanate yang dapat dimodifikasi lebih lanjut oleh suatu polyol untuk membentuk suatu prepolymer (bereaksi secara parsial). Suatu quasi-prepolymer dibentuk saat perbandingan stoikiometri tentang isocyanate ke dalam gugus hidroksit lebih besar dari 2:1. Suatu prepolymer dibentuk ketika perbandingan stoikiometri-nya memadai atau sama dengan 2:1. Ciri terpenting dari isocyanates adalah memiliki peran penting dalam kerangka dasar serta kemampuan dan sifat merekatnya (Anonim1, 2007).

Komponen kedua yang juga tak kalah penting dari suatu poliuretan polymer adalah polyol (Molekul yang berisi dua kelompok hidroksit atau diols, memiliki 3kelompok hidroksit atau triols). Dalam prakteknya, polyols dibedakan dari rantai yang pendek (low-molecular) seperti ethylene glycol, 1,4-butanediol (BDO), diethylene glycol (DEG), gliserin, dan trimethylol sejenis metan (TMP). Polyols dibentuk oleh pembebasan dan penambahan radikal tentang propylene oksida (PO), ethylene oksida (EO) ke suatu hidroksil atau amina atau oleh polyesterification dari suatu di-acid, seperti asam adipin; dengan glycols, seperti ethylene glycol atau dipropylene glycol (DPG). Polyols yang diperluas dengan PO atau EO nantinya disebut polyether polyols (Polyols yang dibentuk oleh polyesterification). Pemilihan dari polyol sangat mempengaruhi status fisiknya, dan sifat fisis dari Poliuretan polymer (seperti bobot molekular) (Anonim1, 2007). 

Polymerisasi reaksi mengkatalisasi amina yang tersier, seperti dimethylcyclohexylamine dan garam yang organometallic, seperti dibutyltindilaurate. Katalisator dapat dipilih berdasarkan pada apakah mereka menyukai uretan, seperti diazobicyclooctane, atau urea, seperti bis-dimethylaminoethylether, atau secara rinci seperti isocyanate trimerisasi (octoate kalium) (Anonim1, 2007).

Salah satu hal yang paling yang diinginkan dari poliuretan adalah kemampuan mereka untuk diubah menjadi busa yang menjadi bahan dasar plastik yang kuat namun lentur. Air, Halocarbons seperti HFC-245FA (1,1,1,3,3-pentafluoropropane), dan hidrokarbon seperti n-pentane, dapat disatukan atau ditambahkan sebagai suatu pelengkap. Air bereaksi dengan isocyanate untuk menciptakan gas-gas asam-arang, yang akan mengisi dan memperluas sel yang diciptakan sepanjang proses pencampuran. Halocarbons dan hidrokarbon dipilih bahwa mereka mempunyai titik didih dekat atau sama dengan suhu-kamar. Karena polymerisasi merupakan reaksi eksotermik, mereka menguapkan suatu gas sepanjang proses reaksi, dan mengisi serta memperluas selular polymer acuan/matriks, dan menciptakan suatu busa (penting mengetahui bahwa gas tidak menciptakan sel dari suatu busa. Melainkan, mereka dibentuk sepanjang proses pencampuran sebagai nucleating lokasi bahwa gas merupakan microcellular busa dengan kepadatan tinggi yang dapat dibentuk tanpa penambahan) (Anonim1, 2007).

Surfactants digunakan untuk memodifikasi karakteristik dari polymer sepanjang proses pembentukkan. Digunakan untuk menjadikan emulsi dalam komponen cairan tersebut, mengatur ukuran sel dan menstabilkan struktur sel untuk mencegah kerapuhan dan cacatnya permukaant (Anonim1, 2007).

Poliuretan yang utama diproduksi dari reaksi antara suatu diisocyanate (jenis alifatik dan berbau harum) dan suatu polyol, secara khas suatu polypropylene glycol atau polyester polyol, dengan katalisator dan bahan-bahan yang mampu mengendalikan struktur sel (surfactants). Poliuretan dapat dibuat bervariasi dari kepadatan dan kekerasan dengan bermacam-macam jenis monomers yang digunakan dan ditambahkan kedalam unsur lain untuk memodifikasi karakteristik mereka, khususnya kepadatan. Pilihan dari diisocyanate juga mempengaruhi stabilitas dari poliuretan atas pengaruh terhadap cahaya. Poliuretan yang dihasilkan lebih lembut, elastis, dan lebih fleksibel ketika difunctional polyethylene glycol segmen yang linier, biasanya disebut polyether polyols, digunakan untuk menciptakan uretan. Strategi ini digunakan untuk membuat karet lunak dan serat spandex yang elastomeric, seperti halnya karet busa. Produk yang lebih keras dihasilkan jika polyfunctional polyols digunakan dengan suatu struktur three-dimensional yang cross-linked-nya didapat dalam wujud suatu low-densas juga dapat dibuat dengan penggunaan dari trimerisasi katalisator khusus yang menciptakan struktur siklis di dalam acuan/matriks busa, sehingga memberi kekerasan lebih yang berhubungan dengan panas struktur yang yang stabil. Ini didapat pada bahan-kimia yang mudah menguap sederhana seperti aseton atau methylene klorid, atau lebih canggih fluorocarbons yang mana karakteristik capaian hasil yang penting berupa isolasi/penyekatan terutama yang berkenaan dengan suhu/panas (Anonim1, 2007).

Lebih jauh, poliuretan adalah jenis polimer yang sangat unik dan luas pemakaiannya. Poliuretan ditemukan pada tahun 1937 oleh Prof. Otto Bayer sebagai pembentuk serat yang didesain untuk menandingi serat nylon. Tetapi penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa poliuretan bukan saja bisa digunakan sebagai serat, tapi dapat juga digunakan untuk membuat busa (foam), bahan elastomer (karet/plastik), lem, pelapis (coating), dan lain-lain (Nazarudin, 2007).

Nama ‘poliuretan’ sebenarnya mengandung kerancuan. Seharusnya polimer adalah monomer yang bereaksi membentuk rantai, tapi poliuretan bukan terdiri dari monomer uretan, melainkan suatu polimer yang terdiri dari pengulangan ikatan uretan. Poliuretan dibuat dengan mereaksikan molekul yang memiliki gugus isosianat dengan molekul yang memiliki gugus hidroksil. Dengan demikian, jenis dan ukuran setiap molekul pembentuk akan memberikan sumbangan terhadap sifat poliuretan yang terbentuk. Hal inilah yang membuat poliuretan menjadi polimer yang sangat fleksibel baik dalam sifat mekanik maupun aplikasinya (Nazarudin, 2007). 

Saat ini, aplikasi poliuretan paling banyak (sekitar 70%) adalah sebagai bahan busa, kemudian diikuti dengan elastomer, baru kemudian sebagai lem dan pelapis. Pembuatan busa dari poliuretan dimungkinkan dengan menggunakan agen pengembang (blowing agent), yang akan menghasilkan gas pada saat terjadi reaksi sehingga poliuretan dapat membentuk busa. Jika poliuretan yang digunakan bersifat lunak, maka yang dihasilkan adalah busa lunak seperti pada kasur busa, alas kursi dan jok mobil. Ada juga jenis busa kaku (rigid foam), seperti pada insulasi dinding, insulasi lemari es, atau insulasi kedap suara. Busa poliuretan bersifat ulet dan tidak mudah putus. Dalam aplikasi sebagai insulasi dinding, poliuretan juga dapat dibuat menjadi tahan api dengan penambahan senyawa halogen (Nazarudin, 2007).

Serat Spandex, yang biasanya digunakan sebagai serat untuk kaus kaki atau T-shirt, juga dibuat dari poliuretan. Bahan spandex terkenal sangat elastis dan tidak mudah putus. Kemampuan poliuretan untuk dibuat menjadi fiber yang tipis, elastis, dan tidak mudah putus, bergantung kepada pemilihan jenis isosianat dan hidroksil yang digunakan. Aplikasi terbaru yang kini sedang giat dipromosikan adalah sebagai pelapis untuk cat mobil. Dalam hal ini yang digunakan bukan sifat elastisnya, melainkan sifat tahan gores. Poliuretan yang keras dapat dibuat menjadi lapisan sangat tipis dan akan memiliki efek tahan gores sehingga cocok untuk aplikasi pada cat mobil. Sifat poliuretan yang dapat terdegradasi oleh sinar ultraviolet dari matahari dapat diatasi dengan menambahkan aditif UV stabilizer (Nazarudin, 2007). 

Aplikasi yang tak kalah penting adalah sebagai elastomer untuk menggantikan karet alam. Di sini, sifat poliuretan yang elastis, kuat, tahan gores, dan tahan terhadap minyak sangat berguna. Bahan elastomer digunakan untuk melapisi bahan yang terkena tekanan mekanik terus-menerus, seperti roda gigi, pelapis rol, dan sol sepatu. Misalnya sebagai pelapis rol pada mesin pembuat kertas, di mana poliuretan akan mengalami tekanan hingga 5.3 MPa dan diputar dengan kecepatan sampai 600 rpm (Nazarudin, 2007).

Pemakaian poliuretan di Indonesia sebagai bahan pendukung industri masih sangat tergantung pada impor, walaupun beberapa industri sudah mulai mencoba memproduksi poliuretan di dalam negeri. Banyaknya pabrik kertas, furnitur, industri otomotif dan industri alas kaki di Indonesia membuat prospek usaha di bidang poliuretan di masa depan cukup menjanjikan, asalkan kita mau tekun mendalami teknik pembuatan dan pencetakannya (Anonim1, 2007).

Sifat poliuretan tergantung pada blok/monomer penyusunnya, terutama tergantung pada jenis poliol. Tidak hanya senyawa sintetik murni tetapi juga berbagai bahan alam seperti sakarida (glukosa, fruktosa, maltosa, sukrosa) dan amilosa dapat digunakan sebagai sumber poliol dalam sintesis poliuretan. Bahan-bahan alam tersebut merupakan bahan polimer alam yang memiliki kereaktifan yang disebabkan oleh gugus fungsi seperti gugus hidroksil yang dimilikinya. Bahan polimer alam yang memiliki gugus hidroksil per molekulnya lebih dari dua dapat digunakan sebagai sumber poliol dalam sintesis poliuretan. Dalam penelitian ini, dipelajari pengaruh penambahan glukosa, maltosa, dan amilosa terhadap pembentukan poliuretan dari polietilen glikol 400 (PEG400) dan metilen-4,4’difenildiisosianat (MDI) melalui pengukuran besarnya indeks ikatan hidrogen (HBI) dan sifat termalnya. Karakterisasi gugus fungsi poliuretan dilakukan dengan teknik spektrofotometri FTIR, sifat termalnya diukur dengan teknik Differential Thermal Analysis (DTA), Differential Scanning Calorimetry (DSC), dan Thermal Gravimetric Analysis (TGA). Penambahan sakarida (glukosa, maltosa) dan amilosa dalam sintesis poliuretan dapat meningkatkan besarnya indeks ikatan hidrogen (HBI) dan temperatur transisi gelas (Tg) poliuretan. Dengan semakin bertambahnya unit ulang glukosa penyusun poliol semakin meningkatkan besarnya indeks ikatan hidrogen (HBI), temperatur transisi gelas (Tg), serta kestabilan termal poliuretan (Anonim1, 2007).





Readmore »»